Update status, tag photo, comment status, wall-to-wall, siapa yang tidak tahu istilah-istilah ini? Saya yakin sebagian besar dari kita pasti akrab dengan dengan istilah tersebut dalam keseharian. Pergi ke suatu tempat bersama teman-teman, pasti langsung inginupdate status Twitter yang menyatakan sedang di mana dan sama siapa saja. Tidak lupa berfoto ria untuk kemudian diunggah dan di-tag di Facebook. Twitter dan Facebook merupakan contoh situs jejaring sosial. Saat ini situs jejaring sosial telah berkembang dari sebuah fenomena menjadi bagian dalam kehidupan sehari-hari, terutama masyarakat perkotaan yang memang dekat dengan akses teknologi dan media. Fenomena ini di Indonesia mungkin diawali oleh Friendster beberapa tahun yang lalu. Setelah berkembangnya Facebook, fenomena ini semakin berkembang dan Indonesia menjadi salah satu Negara terbanyak sebagai pengguna Facebook di dunia.
Banyak fenomena menarik berkaitan dengan perkembangan situs jejaring sosial ini, yang mengubah kebiasaan dan budaya masyarakat, hingga menarik minat peneliti dari berbagai bidang, seperti bisnis, komputer, sosial budaya, psikologi, dan sebagainya. Beberapa penelitian terkait dengan situs jejaring sosial ini di antaranya dilakukan oleh Danah M. Boyd dan Nicole B. Ellison dengan judul ‘Social Network Sites: Definition, History, and Scholarship’, dan penelitian yang dilakukan oleh E. Hargittai dengan judul ‘Whose Space? Differences Among Users and Non-Users of Social Network Sites’.
Social Network Sites: Definition, History, and Scholarship
Dalam penelitian ini peneliti mencoba untuk menjelaskan atau mendefinisikan istilah situs jejaring sosial, dan sejarah perkembangannya. Situs jejaring sosial adalah suatu layanan yang memungkinkan seorang individu untuk dapat membangun representasi diri mereka sendiri kepada khalayak umum. Situs jejaring sosial memberikan kebebasan pada setiap pengguna untuk terkoneksi atau berhubungan dengan siapapun di berbagai belahan dunia yang juga memiliki situs jejaring sosial, baik orang asing maupun orang yang sudah dikenal sebelumnya. Oleh karena itu situs jejaring sosial juga mampu memperkuat hubungan atau relasi seseorang yang sudah dijalin di kehidupan nyata, melalui dunia virtual. Contohnya, ketika kita menjadi follower Twitter seseorang yang kita kenal, kita akan mengetahui kehidupan sehari-hari orang tersebut melalui update-an statusnya, kemudian kita dapat berinteraksi melalui fasilitas mentions, sehingga dapat mempererat relasi. Selain digunakan untuk mempererat relasi dengan orang-orang yang memang kita kenal, Twitter juga seringkali digunakan oleh para selebriti untuk berinteraksi langsung dengan penggemar yang menjadi follower mereka. Salah satu selebriti paling terkenal di Twitter antara lain Oprah Winfrey dan Ashton Kutcher yang memiliki follower terbanyak, yang mencapai jutaan. Di Indonesia sendiri, penyanyi Sherina Munaf merupakan salah satu contoh artis dengan follower terbanyak. Dengan adanya Twitter, penggemar merasa lebih dekat ikatannya dengan selebriti yang ia idolakan karena merasa mengetahui kegiatan mereka sehari-hari. Twitter juga turut menentukan, dan bahkan bisa menjatuhkan citra seseorang. Salah satu contohnya adalah kasus yang menimpa Mario Teguh, seorang motivator ternama di Indonesia. Suatu ketika Mario Teguh menulis mengenai perempuan yang layak dinikahi, yang dirasa offensivebagi kebanyakan orang, dan mendapat banyak tanggapan negative sehingga menjatuhkan citra diri Mario Teguh. Sudah banyak kasus selebriti yang pada akhirnya menutup akun Twitter mereka karena tidak kuat dengan tekanan kritikan dan komentar negative follower mereka.
Dalam sebuah situs jejaring sosial, pengguna diminta untuk mengisi profil singkat mengenai data diri mereka. Profil ini bisa disesuaikan dengan keinginan pengguna, informasi apa saja yang ingin dia bagikan, dan mana yang tidak. Melalui profil tersebut, seringkali seseorang mendapatkan teman baru, atas dasar ketertarikan yang sama (misalnya memiliki selera music yang serupa atau membela tim sepakbola yang sama) atau berada dalam jaringan yang sama (misalnya sama-sama berada dalam jaringan Universitas Indonesia). Dapat dilihat dari contoh-contoh tersebut bahwa situs jejaring sosial memiliki fungsi sosial yang kuat.
Fungsi dasar situs jejaring sosial seringkali disalahgunakan karena memungkinkan pengguna untuk mengakses informasi akan siapapun, sehingga tidak jarang menimbulkan efek negatif, seperti penipuan. Banyak orang yang membuat akun palsu, yang tidak merepresentasikan dirinya sama sekali, atau bahkan mengambil identitas orang lain untuk alasan-alasan negatif. Seorang pengguna harus bijak dalam memilah informasi yang dia sebarkan dalam jejaring sosial, dan menyadari konsekuensi dan resiko yang ia hadapi setiap kali ia memutuskan untuk membagi informasi mengenai dirinya.
Whose Space? Differences Among Users and Non-Users of Social Network Sites
Penelitian yang dilakukan oleh Eszter Hargittai ini berusaha mengeksplorasi perbedaan sistematis antara orang-orang yang menggunakan situs jejaring sosial dengan orang yang bukan pengguna hal tersebut. Hasil penelitian berdasarkan data yang didapatkan dari survey yang dilakukan kepada berbagai kelompok young-adults, dengan fokus beberapa situs jejaring sosial tertentu, seperti Facebook, MySpace, Xanga, dan juga Friendster. Penelitian ini menghasilkan beberapa temuan unik berkaitan dengan karakter pengguna situs jejaring sosial.
Salah satu temuannya menyatakan bahwa orang-orang yang tidak menggunakan layanan situs jejaring sosial bukan berarti tidak familiar akan situs tersebut. Secara agregat, tidak ada hubungan sistematis antara latar belakang pengguna situs jejaring sosial dengan pengalamannya dalam penggunaan, namun terdapat temuan yang menyatakan bahwa latar belakang yang berbeda dapat mempengaruhi seseorang dalam jenis situs jejaring sosial yang mereka gunakan. Hal ini mungkin didasarkan pada lingkungan mereka, dan orang-orang yang berinteraksi dengan menggunakan situs jejaring sosial tersebut. Misalnya, mahasiswa keturunan Hispanik cenderung memilih untuk menggunakan MySpace, sedangkan mahasiswa Asia dan Amerika lebih jarang yang memilih untuk menggunakan MySpace dan lebih mungkin untuk menggunakan Xanga atau Friendster.
Pengalaman dengan media dan penggunaan situs jejaring sosial dalam konteks sosial juga dapat digunakan untuk memprediksi level adopsi suatu situs jejaring sosial, baik secara spesifik atau umum. Diketahui bahwa orang-orang yang memiliki sumber daya lebih banyak cendetung lebih sering menggunakan situs jejaring sosial dan merasakan mendapat manfaat dari situs tersebut. Selain itu, orang-orang yang memiliki orang tua berpendidikan rendah lebih memilih MySpace sebagai situs jejaring sosial mereka, sedangkan orang-orang dengan orang tua berpendidikan tinggi cenderung menggunakan Facebook. Asosiasi dari hal ini menjadi tidak jelas ketika peneliti berusaha menggabungkan penggunaan situs jejaring sosial secara umum.
Dapat disimpulkan, dari penelitian ini, ketidaksetaraan digital yang terjadi, dalam konteks penggunaan situs jejaring sosial, terdapat berbagai faktor yang mempengaruhi pilihan mereka, antara lain latar belakang ras dan etnis, hingga tingkat pendidikan orang tua mereka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar