Minggu, 06 Januari 2013

Multikulturalisme


Kesadaran akan adanya keberagaman budaya disebut sebagai kehidupan multikultural. Akan tetapi tentu, tidak cukup hanya sampai disitu. Bahwa suatu kemestian agar setiap kesadaran akan adanya keberagaman, mesti ditingkatkan lagi menjadi apresiasi dan dielaborasi secara positif. pemahaman ini yang disebut sebagai multikulturalisme.
Mengutip S. Saptaatmaja dari buku Multiculturalisme Educations: A Teacher Guide To Linking Context, Process And Content karya Hilda Hernandes, bahwa multikulturalisme adalah bertujuan untuk kerjasama, kesederajatan dan mengapresiasi dalam dunia yang kian kompleks dan tidak monokultur lagi.

Pengertian ini memang sangat relevan dengan keadaan yang multikultur dewasa ini. Pengertian dari Hilda ini mengajak kita untuk lebih arif melihat perbedaan dan usaha untuk bekerjasama secara positif dengan yang berbeda. Disamping untuk terus mewaspadai segala bentuk-bentuk sikap yang bisa mereduksi multikulturalisme itu sendiri.

Lebih jauh, Pasurdi Suparlan memberikan penekanan, bahwa multikulturalisme adalah ideologi yang mengakui dan mengagungkan perbedaan dalam kesederajatan, baik secara individu maupun kebudayaan. Yang menarik disini adalah penggunaan kata ideologi sebagai penggambaran bahwa betapa mendesaknya kehidupan yang menghormati perbedaan, dan memandang setiap keberagaman sebagai suatu kewajaran serta sederajat.

Multikulturalisme’ (multiculturalisme)-meskipun berkaitan dan sering disamakan-adalah kecenderungan yang berbeda dengan pluralisme. Multikulturalisme adalah sebuah relasi pluralitas yang di dalamnya terdapat problem minoritas (minority groups) vs mayoritas (mayority group), yang di dalamnya ada perjuangan eksistensial bagi pengakuan, persamaan (equality), kesetaraan, dan keadilan (justice).

Multiculturalisme itu mengenai kemajemukan di masyarakat, di utamakan kemajemukan dalam hal suku/ras/kultur/bahasa dll. Mereka menyebut tentang multiculturalisme atau kepelbagaian budaya di Amerika yang dibantu pula oleh media yang dikatakan “fragmented” atau terpecah-pecah, mendokong semangat kepuakan atau “tribalism”.Maka dikatakan yang sedang berlaku ialah “tribalism within globalism”- kepuakan dalam pensejagatan- atau “globalism in tribalism”-pensejagatan dalam kepuakan dan yang satu mendokong yang lainnya.
Memang keterbukaan yang kini telah dinikmati oleh berbagai kalangan dan lapisan tentu positif, apabila dimaknai dengan baik. Akan tetapi bisa berakibat negatif bila dimaknai sebagai serba boleh dan kebebasan yang destruktif. Oleh karenanya, daerah mesti memiliki kearifan untuk memaknai keberagaman ini dengan multikulturalisme. Dimana multikulturalisme dimaknai sebagai representasi antropologis dalam pembentukan bangsa,dikarenakan suatu daerah adalah identitas kebangsaan yang kosmopolit dan plural.

Oleh karenanya, multikulturalisme mesti ditempuh dengan memberikan pendidikan multikulturalisme yang merata ke segala lapisan, baik secara kultural maupun struktural. Pendidikan multikulturalisme ini mesti bisa menyentuh inti dari persoalan multikulturalisme ini. Entah multikultural di bidang agama, budaya, cara pandang, sejarah, dan politik. Selain itu, pendidikan multikulturalisme yang dibangun tidak boleh melupakan aspek konflik, artinya konflik yang telah berlangsung selama 30 tahun harus nenjadi titik tolak membangun kehidupan multikultural. Ini dikarenakan konflik telah banyak meruntuhkan sendi-sendi sosial kemasyarakatan.


Sumber :
http://atullaina.blogspot.com/2008/05/psikoterapi.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Multikulturalisme

Tidak ada komentar:

Posting Komentar